a.
Sejarah Teori Koherensi
Penggagas teori ini adalah
Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan
oleh Benediet Spinoza, George Hegel dan F.H. Bradley (1864-1924). Meskipun
demikian, menurut Titus, Smith dan Nolan bahwa bibit-bibit teori ini sebenarnya
sudah ada sejak zaman pra Socrates. Spinoza kemudian mematangkan teorinya ini
dan terus dikembangkan oleh penganut aliran ini seperti Francis Herbert Bradly,
Brand Blanshard, Edgar Sheffied Brightman dan Rudolph Carnap. Teori ini dianut
oleh kaum rasionalis dan idealis.
b.
Pengertian Koherensi
The Consistence Theory Of Truth, yang sering disebut dengan The
coherence Theory Of Truth
“Suatu pernyataan
dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar”.
Kebenaran tidak
dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lalu,
yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu
sendiri
Teori koherensi ini memandang
bahwa kebenaran adalah sebuah sistem dan seperangkat proposisi yang saling
berhubungan secara koheren. Sebuah pernyataan dianggap benar apabila pernyataan
itu dapat dimasukkan (incorporated) dengan cara yang tertib dan konsisten
dengan perangkat proposisi. Sebab, menurutnya, alam ini konsisten dan koheren.
Oleh karena itu, suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan itu
dilaksanakan atas pertimbangan konsistensi dan pertimbangan-pertimbangan lain
yang telah diterima kebenarannya. Suatu pernyataan adalah
benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu
diterima dan diketahui kebenarannya.
Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis dari suatu
proposisi dengan proposisi sebelumnya. Proposisi atau pernyataan adalah apa
yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau menunjuk pada rumusan verbal
berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak
dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan
antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas.
Contohnya tentang hakikat manusia, baru dikatakan utuh jika dilihat hubungan
antara kepribadian, sifat, karakter, pemahaman dan pengaruh lingkungan.
Contoh 1 :
a)
semua manusia yang normal pasti akan menikah”.
b)
Dessy adalah gadis yang normal,
c)
Maka Dessy pasti ia akan menikah.
Contoh 2 :
a)
Semua manusia pasti akan
mati
b)
Si Amir adalah seorang
manusia
c)
Si Amir pasti akan mati
Sifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya itulah yang dianggap benar, dan inilah yang menjadi ciri khas dari
teori kebenaran ini. Pengetahuan yang penyusunannya dilakukan
pembuktian berdasarkan teori koheren adalah matematika. Matematika disusun atas
beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar (aksioma) dan berdasarkan aksioma
dikembangkan teorema.
c.
Tokoh – Tokoh
1.
Plato,
2.
Aristoteles,
3.
Benediet Spinoza,
4.
George Hegel,
5.
Francis Herbert Bradley,
6.
Brand Blanshard,
7.
Edgar Sheffied Brightman dan
8.
Rudolph Carnap.
2. TEORI KORESPONDENSI
a.
Sejarah
Teori korespondensi ini dianut oleh kaum realis dan mulai
berkembang sejak zaman Aristoteles – Yunani Kuno, kemudian dikembangkan oleh
Ibnu Sina dan Thomas Aquinas di abad Skolastik
b.
Pengertian Korespondensi
Menurut Bertrand Russell
(1872-1970) Suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang
dituju oleh pernyataan tersebut.
Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan terhadap realitas
objektif (fidelity to objektive reality),
yaitu adanya kesesuaian antara pernyataan tentang fakta, atau pertimbangan (judgement) dengan situasi yang
dilukiskan oleh pertimbangan itu. Artinya, suatu
pernyataan baru dianggap benar apabila materi pengetahuan yang dikandung oleh
pernyataan itu berkoherensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Dengan kata lain, menurut teori ini bahwa suatu
pernyataan itu dapat dikatakan benar jika berkorespondensi dengan realitas. Apabila
sebuah gagasan selaras dengan pasagannya (counterpart) dalam dunia realitas,
maka gagasan itu menjadi benar.
Contoh 1 :
”Soeharto adalah Presiden Republik Indonesia yang kedua, setelah
Soekarno, maka pernyataan itu benar sesuai dengan objek yang bersifat faktual.
Seandainya ada pernyataan yang menyebutkan bahwa ” ”Soeharto adalah Presiden
Republik Indonesia yang pertama, maka pernyataan itu pasti salah, sebab
pernyataan itu tidak sesuai dengan realitas fakta, karena Presiden Republik
Indonesia yang pertama adalah Soekarno.
Contoh 2 :
“Ibu Kota Republik
Indonesia adalah Jakarta”. Pernyataan yang benar karena secara faktual demikian
Teori Korespondensi ini
sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Gejala-gejala
alamiah, menurut kaum empiris, adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan
lewat panca indera manusia. Gejala itu bila ditelaah mempunyai beberapa
karakteristik tertentu. Logam bila dipanaskan akan memuai. Air akan mengalir ke
tempat yang rendah. Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lain dan berbedanya objek
yang dapat ditangkap indera. Perbedaan sensivitas tiap indera dan organ-organ
tertentu menyebabkan kelemahan ilmu empiris. Ilmu pengetahuan empiris hanyalah
merupakan salah satu upaya manusia dalam menemukan kebenaran yang hakiki dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Penyusunan pengetahuan secara empiris
cenderung menjadi suatu kumpulan fakta yang belum tentu bersifat konsisten, dan
mungkin saja bersifat kontradiktif. Adanya kecenderungan untuk mengistimewakan
ilmu eksakta sebagai ilmu empiris untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi manusia tidak selalu tepat. Pengistimewaan pengetahuan empiris secara
kultural membuat manusia modern seperti pabrik. Semua cabang kebudayaan yang
terbentuk menjadi produksi yang bersifat massal.
Keberhasilan ilmu
eksakta yang berdasarkan empirisme dalam mengembangkan teknologi -ketika
berhadapan dengan ”kegagalan ” ilmu-ilmu human dalam menjawab masalah manusia-
membawa dampak buruk terhadap kedudukan dan pengembangan ilmu-ilmu human.
Analisis filsafat tentang kenyataan ini harus ditempatkan secara proporsional, karena
merupakan suatu usaha ilmiah untuk membantu manusia mengungkap misteri
kehidupannya secara utuh.
c.
Tokoh – tokoh
1. Ibnu Sina
2. Thomas Aquinas
3. Bertrand Russell
3. TEORI PRAGMATISME
a.
Sejarah
Teori pragmatisme
ini termasuk teori kebenaran yang paling baru. Teori ini muncul dengan
background telah berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan pada abad ke-19,
terutama setelah adanya teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin
yang menempati posisi signifikan dalam percaturan ilmu pengetahuan. Teori ini
dikembangan oleh William James di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini
dinyatakan, bahwa sesuatu ucapan, hukum, atau sebuah teori semata-mata
bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan
manfaat.
b.
Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani Pragma, artinya yang dikerjakan, yang dapat dilaksanakan,
dilakukan, tindakan atau perbuatan
Sedangkan Menurut
Charles S Peirce (1839-1914) theory
of truth adalah “ Kebenaran suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis”.
Teori kebenaran
pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Suatu pernyataan dianggap benar apabila melalui pengukuran
diketahui ada atau tidak adanya fungsi kebenaran itu terhadap kehidupan
praktis. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah
tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran
suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Menurut
teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau
memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan
yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis,
batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability)
dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences).
Sesuatu dianggap benar jika memiliki “hasil yang memuaskan [satisfactory
result]”:
1.
Sesuatu yang benar jika memuaskan keinginan dan tujuan manusia
2.
Sesuatu yang benar jika dapat diuji benar dengan eksperimen
3.
Sesuatu yang benar jika mendorong atau membantu perjuangan
biologis untuk tetap ada.
Teori ini tidak mengakui
adanya kebenaran yang tetap atau mutlak. Francis Bacon pernah menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan harus mencari keuntungan-keuntungan untuk memperkuat kemampuan
manusia di bumi. Ilmu pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam
kekuasaan manusia. Dengan kata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan
manusia.
Pragmatisme dianggap juga salah satu aliran yang berpangkal pada
Empirisme, kendatipun ada pula pengaruh Idealisme Jerman (Hegel) pada John
Dewey, seorang tokoh Pragmatisme yang dianggap pemikir paling berpengaruh pada
zamannya
c.
Tokoh-tokoh
1.
Charles Sanders Peirce,
2.
William James
3.
Jhon Dewey
4.
TEORI CONSENSUS
a.
Pengertian
Teori
kebenaran consensus adalah suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada
paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau
mendukung paradigma tersebut.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oleh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Pengalih kesetiaan dari paradigma lama ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah. Dalam ilmu astronomi, keunggulan kuantitatif tabel-tabel Rudolphine dan Keppler dibandingkan yang hitungan manual Ptolomeus merupakan faktor utama dalam konversi para astronom kepada Copernicanisme. Dalam fisika modern, teori relativitas umum Einsten mendapat ejekan karena ruang itu tidak mungkin melengkung. Untuk membuat transisi kepada alam semesta Einstein, seluruh konsep ruang, waktu, materi, gaya, dan sebagainya harus diubah dan di reposisi ulang. Hanya orang-orang yang bersama-sama menjalani atau gagal menjalani transformasi akan bisa menemukan dengan tepat apa yang mereka sepakati dan apa yang tidak.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oleh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Pengalih kesetiaan dari paradigma lama ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual, teori, instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pemecahan berbagai masalah. Dalam ilmu astronomi, keunggulan kuantitatif tabel-tabel Rudolphine dan Keppler dibandingkan yang hitungan manual Ptolomeus merupakan faktor utama dalam konversi para astronom kepada Copernicanisme. Dalam fisika modern, teori relativitas umum Einsten mendapat ejekan karena ruang itu tidak mungkin melengkung. Untuk membuat transisi kepada alam semesta Einstein, seluruh konsep ruang, waktu, materi, gaya, dan sebagainya harus diubah dan di reposisi ulang. Hanya orang-orang yang bersama-sama menjalani atau gagal menjalani transformasi akan bisa menemukan dengan tepat apa yang mereka sepakati dan apa yang tidak.
b. Tokoh
– tokoh
1. Kuhn
2. Sardar
5.
TEORI
PERFORMATIF
a.
Pengertian
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran
diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu.
Contoh 1 :
“ Mengenai penetapan 1 Syawal.
Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau
pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau
organisasi tertentu”.
Contoh 2 :
“ Pada masa rezim orde lama
berkuasa, PKI mendapat tempat dan nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim
orde baru, PKI adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan atau
memiliki atribut PKI tidak berhak hidup di Indonesia”.
Contoh lainnya pada masa pertumbuhan
ilmu, Copernicus (1473-1543) mengajukan teori heliosentris dan bukan sebaliknya
seperti yang difatwakan gereja. Masyarakat menganggap hal yang benar adalah
apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan dengan bukti-bukti
empiris. Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran
performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin
agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran
performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan
beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya. Masyarakat yang
mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari
pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh
pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani
melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk
mencari kebenaran.
DAFTAR RUJUKAN
M. Shiddiq Al Jawi,
2007. Dekonstruksi Pragmatisme. From : http://ayok.wordpress.com/2006/12/20/dekonstruksi-pragmatisme/.
28 Maret 2010
2008. Teori
Kebenaran. From : www.blogs.unpad.ac.id/mumuhmz/2008/09/20/bahan-i-teorikebenaran/. 28 Maret 2010